Industrialisasi sudah menjadi salah satu jalan bagi kemajuan suatu negara. Revolusi Industri (1750-1850), dimana masa diciptakannya mesin uap, merupakan titik balik perubahan ekonomi dan sosial masyarakat dari kehidupan yang mengandalkan tenaga manusia menjadi menggunakan tenaga mesin, yang meningkatkan efisiensi dan produksi.
Secara garis besar negara-negara di dunia dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu negara maju (developed countries), negara berkembang (developing countries) dan negara belum berkembang (underdeveloped countries). Ciri-ciri dari kelompok negara tersebut seringkali dikaitkan dengan tingkat kemajuan industrinya. Seperti Bank Dunia yang memberikan istilah negara maju dengan “Developed countries/industrial countries/ industrially advanced countries, yang menggambarkan negara yang memiliki pendapatan tinggi dan standar hidup yang tinggi.
Tantangan Industri Indonesia
Pentingnya untuk memprioritaskan pembangunan sektor Industri karena adanya tantangan yang dihadapi bangsa kita sebagai berikut :
1. De-industrialisasi Menjadi Re-industrialisasi
Industrialisasi memberikan kemajuan suatu bangsa, dimana ekonomi negara semakin berkembang, terlihat dari adanya pendapatan negara dan pasar tenaga kerja semakin meningkat.
Namun yang terjadi dalam industri Indonesia, justru terjadi penurunan :
Penurunan Kontribusi Industri terhadap PDB
- Pada tahun 2000, sektor industri menyumbangkan 27,7 persen dalam total produk domestik bruto diantarnya 23,8 persen bersumber dari industri non-migas.
- Pada tahun 2001 sumbangan sektor industri terhadap perekonomian nasional meningkat menjadi 29,0 persen dimana industri non-migas menyumbang 25,2 persen.
- Namun, sejak saat 2002, sumbangan sektor industri menurun secara konsisten, hingga pada tahun 2013 hanya mencapai 23,7 persen dan industri nonmigas menyumbang 20,8 persen.
Penurunan kontribusi hasil industri terhadap PDB merupakan hasil akhir dari berbagai penyebab menurunnya pertumbuhan industri di Indonesia.
Menurunnya usaha industri berskala besar
Perkembangan jumlah usaha industri berskala sedang dan besar dapat dibagi dalam dua perioda. Perioda pertama adalah antara tahun 2001 ke 2005 dan yang kedua adalah dari tahun 2006 sampai dengan 2011. Pembagian ini disebabkan terjadi anomali data pada tahun 2005-2006 dimana terdapat lonjakan jumlah usaha industri besar dan sedang sebanyak hampir 9 ribu unit, yang tidak pernah terjadi.
- Pada perioda pertama jumlah usaha industri besar dan sedang menurun dari 21.396 usaha pada tahun 2001 menjadi 20.729 industri pada tahun 2005.
- Pada perioda kedua juga terjadi hal yang sama yaitu menurun dari 29.468 usaha pada tahun 2006 menjadi 23.370 usaha pada tahun 2011.
Kurangnya daya saing produk dalam negeri
Dengan adanya ACFTA (Asian China Free Trade Agreement), maka semakin banyak produk-produk negeri China yang masuk ke Indonesia, seperti produk tekstil, produk mainan dan lainnya, dimana produk-produk China tersebut dapat mengungguli produk-produk dalam negeri sendiri.
Kurangnya dukungan akses pembiayaan
Industri menurun karena kurangnya biaya, kurangnya biaya akibat kurangnya kepercayaan dari lembaga keuangan untuk memberikan pembiayaan. Hal ini bisa terjadi karena memang kurang berkembangnya produk industri Indonesia dan juga kurangnya dukungan dari pihak-pihak terkait.
Gejala penurunan yang terjadi ini disebut gejala negative net-entry, yang sering dihubungkan dengan gejala deindustrialisasi.
Menjawab tantangan deindustrialisasi yang ada, maka harus dilakukan Re-industrialisasi.
Re-industrialisasi disini berarti kembali membawa industri kepada tujuannya untuk kemajuan bangsa. Dengan demikian perlu dicari solusi reindustrialisasi di Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan.
Indonesia pernah berhasil melaksanakan industri padat karya pada era tahun 1990-an, namun untuk saat ini sudah banyak negara tetangga yang menawarkan upah tenaga kerja yang jauh lebih murah dari Indonesia. Oleh sebab industri lainnya seperti industri yang berbasis sumber daya alam (SDA) diprediksi mampu menjadi kekuatan baru bagi industri di tanah air. Terlebih lagi Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah, baik dari sektor perkebunan maupun pertambangan.
2. Meningkatkan Industri Berskala Besar dan Menengah
Kondisi jumlah perusahaan industri selama tahun 2010-2013, menunjukkan jumlah perusahaan industri mikro dan kecil jauh lebih banyak dari perusahaan industri besar dan sedang.
Melihat tujuan, fungsi dan hasil yang akan diperoleh, maka sudah seharusnya industri besar-sedang lebih diperbanyak.
Manfaat secara ekonomi untuk pertambahan industri besar dan sedang :
- Lebih banyak menambah lapangan pekerjaan
- Lebih banyak menghasilkan produksi yang bisa menambah nilai ekspor
- Lebih banyak meningkatkan pendapatan nasional
3. Hilirisasi
Program hilirisasi industri yang didengungkan Kementerian Perindustrian sejak tahun 2010 dimaksudkan untuk mendapatkan nilai tambah produk bahan mentah. Melalui hilirisasi industri, diharapkan komoditas yang diekspor nantinya tidak lagi berupa bahan baku, tetapi sudah dalam bentuk produk turunan atau barang jadi..
Selain memberikan nilai tambah hasil industri, maka hilirisasi juga dapat menambah penguasaan teknologi dan menciptakan lapangan kerja baru, sehingga kontribusi finansial kepada negara juga meningkat. Selain itu harga produk turunan akan relatif lebih stabil bila dibandingkan dengan harga komoditas mentah yang fluktuatif.
Dengan adanya nilai tambah produk-produk industri, maka akan semakin meningkatkan kualitas hasil produksi Indonesia, apalagi di tengah persaingan global dan modernisasi. Seperti apa yang akan dilaksanakan yaitu adanya The ASEAN Community 2015/Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 31 Des 2015, menciptakan peluang yang lebih besar bagi perekonomian nasional, namun menuntut daya saing perekonomian nasional yang lebih tinggi.
Sebagai contoh adalah Ekspor Nikel, akan jauh lebih baik apabila Indonesia dapat mengekspor produk turunannya. Jika Nikel diberikan nilai tambah menjadi stainless steel , maka dapat memberikan manfaat ganda bagi perekonomian nasional, termasuk dalam penyerapan tenaga kerja. Seperti diketahui nikel Indonesia merupakan salah satu yang terbaik kualitasnya di dunia dan menjadi salah satu produsen terbesar nikel. Jadi jika Indonesia mampu memproduksi barang turunan dari nikel maka harga jualnya pasti semakin meningkat.
Terkait dengan hal ini, pemerintah Indonesia sebelumnya juga telah melarang untuk mengekspor mineral mentah dan harus mengekspornya dalam bentuk produk jadi. Melalui cara tersebut akan memberikan nilai tambah sehingga akan meningkatkan kinerja ekspor Indonesia.
4. Mengurangi Ketergantungan Pasar Global
Dari tabel Impor Bahan Baku 2000-2013, terlihat setiap tahun terjadi kenaikan jumlah impor utama maupun olahan.
Dari exposure ke pasar global, menunjukkan bahwa industri dalam negeri sangat tergantung pada bahan baku, komponen dan sub-assembly dari luar negeri. Dengan demikian menghadapi tantangan meningkatnya impor bahan baku adalah mendorong investasi industri yang menghasilkan bahan baku, bahan setangah jadi, komponen, dan sub-assembly untuk mengurangi ketergantungan ke pasar global, atau disebut investasi substitusi impor.
5. Meningkatkan Produktivitas
Produktivitas industri yang diukur dengan besarnya nilai tambah per tenaga kerja untuk kelompok-kelompok industri. Gambar menunjukkan urutan kelompok industri dari kelompok dengan produktivitas terbesar hingga terendah.
Tantangan yang harus dihadapi untuk pembangunan industri ke depan adalah mendorong dan memfasilitasi usaha industri meningkatkan produktivitas, baik dalam efisiensi proses dan tingkat produksi
6. Mendorong investasi industri di luar Pulau Jawa
Berdasarkan data distribusi pertumbuhan industri besar dan sedang di Indonesia, maka jumlah terbesar ada di Pulau Jawa. Karena itu untuk mengurangi kesenjangan, maka harus dilakukan keseimbangan pertumbuhan industri antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa sesuai dengan karakteristik ekonomi dan sumber daya alam yang tersedia.
Selanjutnya bagaimana Rencana dan Target Pembangunan Industri Indonesia 2015-2019?
Ikuti artikel selanjutnya pada Bagian ke 2