(Vibizmedia – Kolom) Minat warga Amerika Serikat terhadap kendaraan listrik (EV) mengalami penurunan signifikan dalam dua tahun terakhir. Berdasarkan survei terbaru yang dirilis Gallup pada Selasa 8 April, hanya 51 persen warga Amerika yang menyatakan mereka telah memiliki atau bersedia mempertimbangkan pembelian kendaraan listrik di awal 2025. Angka tersebut turun drastis dari 59 persen pada tahun 2023. Penurunan ini menjadi sinyal peringatan bagi industri otomotif yang tengah bertaruh besar pada masa depan kendaraan bebas emisi.
Sementara adopsi teknologi EV sebelumnya digambarkan mengikuti pola kurva “S” — perlahan naik sebelum tumbuh eksponensial — survei ini menunjukkan bahwa antusiasme publik Amerika mulai goyah. Menurut Lydia Saad, Direktur Riset Sosial Amerika di Gallup, penurunan sudah terlihat sejak Maret 2024. “Waktu itu, kami belum menyalahkan politik. Lebih banyak berkaitan dengan kekhawatiran praktis seperti ketersediaan stasiun pengisian dan jarak tempuh kendaraan,” ujarnya. Namun kini, polarisasi politik, ketidakpastian ekonomi, dan perubahan kebijakan membuat pasar EV kembali menghadapi hambatan struktural yang serius.
Situasi menjadi semakin kompleks ketika faktor politik turut bermain. Kebijakan pemerintahan Trump, termasuk penerapan tarif impor besar-besaran untuk komponen otomotif dari China, menjadi pukulan berat bagi rantai pasok kendaraan listrik. Di sisi lain, keputusan kontroversial Elon Musk yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Energi dan Kendaraan (Department of Green Energy/DoGE) dan mendorong pemangkasan besar tenaga kerja federal juga menciptakan ketegangan publik.
Musk, tokoh utama di balik Tesla, menjadi figur yang semakin dipolitisasi. Ia dianggap terlalu dekat dengan pemerintahan saat ini, yang membuat banyak kelompok progresif merasa terasing dari agenda elektrifikasi kendaraan. Reuters melaporkan bahwa langkah-langkah Musk dalam mereformasi sektor energi dan penghapusan beberapa subsidi negara bagian telah memperburuk persepsi publik terhadap kendaraan listrik sebagai solusi inklusif dan ramah lingkungan.
Yang paling mengejutkan dari temuan Gallup adalah menurunnya dukungan terhadap EV dari kelompok yang selama ini dikenal paling antusias yaitu generasi muda, pemilih Partai Demokrat, dan lulusan perguruan tinggi. Kelompok ini sebelumnya menjadi ujung tombak dalam transisi ke mobilitas listrik.
Pada 2024, 16 persen warga Amerika mengaku telah memiliki atau secara serius mempertimbangkan pembelian EV. Namun di awal 2025, angka itu menyusut menjadi hanya 11 persen. Di antara pemilih Demokrat, penurunan juga terlihat mencolok. Gallup mencatat bahwa, walau Republikan menunjukkan sedikit peningkatan ketertarikan terhadap EV, perubahan itu tidak cukup signifikan untuk menyeimbangkan tren keseluruhan.
Menurut Bloomberg, efek ini mencerminkan “keletihan adopsi teknologi” yang umumnya muncul ketika ekspektasi tidak diimbangi dengan kemudahan akses dan efisiensi. Masalah infrastruktur seperti stasiun pengisian daya yang belum merata dan lamanya waktu pengisian menjadi ganjalan nyata.
Dalam laporan CNBC, para analis memperkirakan bahwa penurunan minat terhadap EV juga berkaitan erat dengan kebijakan ekonomi pemerintahan AS. Salah satu langkah yang paling dikhawatirkan pasar adalah potensi penghapusan atau pengurangan kredit pajak federal untuk pembeli kendaraan listrik. Saat ini, kredit pajak hingga $7.500 masih menjadi insentif utama bagi konsumen untuk beralih dari kendaraan berbahan bakar fosil.
Bersamaan dengan itu, AS telah menghentikan pendanaan besar-besaran untuk pembangunan jaringan pengisian EV nasional, proyek ambisius yang semula digagas oleh pemerintahan sebelumnya. Jika proyek ini benar-benar berhenti, maka kecepatan pengembangan ekosistem EV bisa stagnan selama beberapa tahun ke depan.
Pertumbuhan penjualan masih terjadi, tapi melambat
Meski minat publik mengalami penurunan, data penjualan kendaraan listrik menunjukkan pertumbuhan — meski tidak setinggi yang diharapkan. Berdasarkan data dari InsideEVs, sebanyak 365.000 kendaraan listrik terjual di kuartal keempat 2024, naik dari 317.000 unit pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan ini mencerminkan adanya pertumbuhan, tetapi jauh di bawah ekspektasi awal yang memproyeksikan lonjakan dua digit.
Tesla, yang sebelumnya mendominasi pangsa pasar EV, mengalami tekanan besar dalam beberapa kuartal terakhir. Perusahaan tersebut kehilangan pangsa pasar di AS karena semakin banyaknya pesaing seperti Hyundai, Ford, dan GM yang menawarkan pilihan EV dengan harga lebih kompetitif dan desain yang lebih beragam.
Menurut laporan Financial Times, Tesla mengalami penurunan penjualan 12 persen secara tahunan pada kuartal pertama 2025, dan kini harus bersaing dalam pasar yang semakin jenuh dan tersegmentasi. Perusahaan ini juga menghadapi tekanan dari investor yang kecewa terhadap performa sahamnya sejak pertengahan 2024.
Corey Cantor, Direktur Riset di Zero Emission Transportation Association, menyebut hasil survei Gallup sebagai “campuran kabar baik dan buruk.” Menurutnya, fakta bahwa 51 persen warga Amerika masih terbuka terhadap ide memiliki EV menunjukkan bahwa potensi pasar tetap besar. “Dengan pangsa EV yang saat ini sekitar 10 persen dari penjualan mobil baru, berarti kita masih memiliki ruang tumbuh lima kali lipat,” ujarnya.
Namun Cantor juga menegaskan bahwa prospek ini tergantung pada sejumlah faktor kritis: ketersediaan infrastruktur pengisian, stabilitas harga baterai, dan dukungan kebijakan yang konsisten dari pemerintah federal dan negara bagian.
Dalam wawancara dengan Bloomberg, Cantor mengatakan bahwa pertumbuhan EV kini sangat tergantung pada ketahanan industri dalam menghadapi tekanan ekonomi dan politik. “Pasar tidak bisa tumbuh hanya dengan harapan. Ia butuh fondasi regulasi dan infrastruktur yang kuat,” tegasnya.
Mobil Hibrida jadi pilihan rasional
Satu tren menarik dari survei adalah meningkatnya minat terhadap kendaraan hibrida, terutama di kalangan pemilih Partai Republik. Sebanyak 55 persen dari mereka menyatakan minat terhadap hibrida, dibandingkan hanya 31 persen yang terbuka pada EV penuh. Ini menunjukkan bahwa meski masih ada resistensi terhadap transisi penuh ke listrik, masyarakat mulai menerima opsi tengah yang lebih praktis.
Analis dari Morgan Stanley menyebut kendaraan hibrida sebagai “kuda hitam” dalam transisi energi di sektor otomotif. Menurut laporan mereka, produsen seperti Toyota yang berfokus pada teknologi hibrida justru tampil lebih stabil di tengah gejolak pasar kendaraan listrik. Bahkan Ford dilaporkan mempertimbangkan memperluas lini produksi hybrid mereka sebagai strategi defensif jika pertumbuhan EV terus melambat.
Baca juga : GENERAL MOTORS PANGKAS PRODUKSI EV DAN PHK SEMENTARA DI ONTARIO
Dengan menurunnya minat, polarisasi politik, dan ketidakpastian kebijakan, jalan bagi EV di Amerika Serikat semakin sulit. Namun bukan berarti tertutup. Dalam jangka panjang, permintaan global terhadap kendaraan tanpa emisi tetap tinggi, didorong oleh target emisi dari Uni Eropa dan Asia.
Para analis memperkirakan bahwa pertumbuhan pasar EV di AS bisa kembali stabil jika kebijakan insentif diperkuat dan proyek infrastruktur terus dijalankan. Jika tidak, maka AS berisiko tertinggal dari negara-negara seperti China dan Jerman yang terus mempercepat transformasi transportasi mereka.“Pasar ini belum gagal,” tegas Cantor. “Tapi ini saatnya kita berhenti mengandalkan optimisme, dan mulai membangun realitas yang mendukung adopsi EV secara menyeluruh.”