Indonesia dan Australia Sepakat Kurangi Praktik Illegal Fishing di Perbatasan

0
152
Foto: KKP

(Vibizmedia – Sulawesi Tenggara) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan Australia Fisheries Management Authority (AFMA) memberikan edukasi kepada nelayan asal Sulawesi Tenggara terkait praktik penangkapan ikan di wilayah perairan Australia. Edukasi ini dilaksanakan melalui kegiatan Public Information Campaign (PIC) yang berlangsung pada 10–14 Desember 2024 di Kota Baubau, Kabupaten Muna Barat, dan Kabupaten Konawe Selatan, setelah sebelumnya dilakukan di Kota Kupang dan Kabupaten Rote Ndao pada akhir Juli hingga awal Agustus 2024.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Dr. Pung Nugroho Saksono, menjelaskan bahwa data AFMA dan Ditjen PSDKP menunjukkan sebanyak 48% dari 216 nelayan Indonesia yang ditangkap Pemerintah Australia pada 2024 berasal dari Sulawesi Tenggara. Ketiga daerah tersebut menjadi fokus edukasi kali ini karena tingginya keterlibatan nelayan lokal dalam praktik tersebut.

Pung Nugroho menyesalkan banyaknya kapal nelayan Indonesia yang masih menangkap ikan di perairan negara lain tanpa izin, padahal pemerintah tengah gencar memerangi praktik illegal fishing. Sejak 2019, PSDKP secara mandiri maupun melalui kerja sama dengan berbagai pihak terus melakukan pencegahan dengan memberikan pemahaman kepada para nelayan mengenai pentingnya mematuhi aturan yang berlaku.

Sementara itu, dalam kegiatan PIC di Sulawesi Tenggara, Ir. Nugroho Aji, M.Si., selaku perwakilan Direktur Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP, mengungkapkan bahwa penangkapan ikan ilegal tidak hanya membahayakan keselamatan nelayan, tetapi juga berdampak negatif pada reputasi Indonesia dan hubungan bilateral dengan Australia. Selain risiko cuaca buruk dan kondisi laut yang menantang, kapal yang tertangkap akan disita, hasil tangkapan dimusnahkan, dan nelayan dikenakan denda tinggi atau hukuman penjara jika tidak mampu membayar.

Nugroho Aji menambahkan bahwa mulai 2025, Pemerintah Australia tidak lagi menyediakan jasa pengacara bagi nelayan Indonesia yang terjerat hukum di negaranya. Kondisi ini berpotensi membuat hukuman bagi nelayan menjadi lebih berat dibandingkan sebelumnya.

Untuk membantu nelayan, KKP bersama Pemerintah Australia tengah menyusun program mata pencaharian alternatif yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi geografis wilayah. Pemerintah Australia juga mempertimbangkan pemberian visa kerja bagi nelayan Indonesia di kapal perikanan Australia, dengan syarat mereka tidak memiliki catatan kriminal atau riwayat penangkapan sebelumnya.

Perwakilan AFMA, Lidya Woodhouse, menyatakan bahwa Australia prihatin karena nelayan Indonesia sering kali menangkap ikan tanpa izin hingga jauh ke wilayah Western Australia. Padahal, Australia memiliki peraturan ketat untuk melindungi lingkungan dan biota laut. Lidya menegaskan bahwa hak penangkapan tradisional yang diberikan di MoU Box hanya berlaku untuk nelayan Indonesia yang menggunakan kapal layar tanpa mesin dan hanya diperbolehkan menangkap ikan di kolom air, sementara biota dasar laut seperti teripang tidak boleh diambil karena dasar laut merupakan milik Australia.

Kegiatan PIC ini dihadiri oleh sekitar 100–150 nelayan di setiap lokasi, melibatkan perwakilan AFMA, Kedutaan Besar Australia, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta kepolisian setempat. Selain edukasi kepada nelayan, KKP dan AFMA juga mengadakan program PSDKP dan AFMA Mengajar di sekolah SD-SMP Satu Atap 19 Desa Bungin Permai, Konawe Selatan, untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang penangkapan ikan yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, kembali mengingatkan nelayan Indonesia untuk tidak melakukan penangkapan ikan di perairan negara lain. Ia menegaskan bahwa Indonesia memiliki wilayah laut yang luas dengan potensi perikanan melimpah yang dapat dikelola untuk kesejahteraan nelayan lokal.