Kawasan Bebas dan KEK Untuk Peningkatan Investasi di Batam

0
176
Kawasan Bebas dan KEK Untuk Peningkatan Investasi di Batam
Sumber: Kemenkeu

 

(Vibizmedia – Economy & Business) – Wilayah Batam, secara geografis terletak di jalur pelayaran internasional dan berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia. Hal ini menjadikan wilayah ini strategis dan potensi untuk dikembangkan dari sisi ekonomi.

Hal ini sejalan dengan visi Batam untuk menjadi Bandar Dunia Madani, yang modern, kompetitif, dan atraktif untuk investasi.

Melihat keunggulan geoekonomi dan geostrategis tersebut, pemerintah membentuk dua kawasan berfasilitas. Yaitu kawasan bebas/free trade zone (FTZ) dan kawasan ekonomi khusus (KEK). Kawasan tersebut diharapkan mampu menjadi katalis dalam peningkatan volume investasi di wilayah ini.

Kawasan Perdagangan Bebas/free trade zone merupakan suatu wilayah dimana pedagang dibebaskan dari bea cukai, PPn, PPnBM, dan cukai. Ditetapkannya Kawasan Perdagangan Bebas untuk menjaga daya saing internasional Indonesia dan juga meningkatkan sektor perekonomian negara.

Sedangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kebijakan strategis Pemerintah sebagai pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi nasional. Mendukung industrialisasi, dan memperbesar penyerapan tenaga kerja di Indonesia.

Kawasan dengan fasilitas dan kemudahan yang ultimate dihadirkan bagi investor dalam dan luar negeri.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan bahwa Kementerian Keuangan melalui Ditjen Bea Cukai turut memberikan insentif fiskal. Dan prosedural untuk dua kawasan berfasilitas tersebut.

“Selain untuk menarik investasi dan meningkatkan daya saing industri, pemberian insentif fiskal dan prosedural juga merupakan komitmen Bea Cukai. Terhadap pelaksanaan fungsi trade facilitator dan industrial assistance.

Insentif tersebut diharapkan dapat mengurangi hambatan investasi, serta mendorong geliat dunia usaha. Yang secara lebih luas mampu menggerakkan faktor pertumbuhan ekonomi, untuk mencapai cita-cita pemerintah dalam mewujudkan stabilitas perekonomian nasional,” terang Nirwala.

Nirwala melanjutkan bahwa kawasan bebas Batam ditetapkan pada tahun 2007 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007. Yaitu tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, yang mulai beroperasi pada Januari 2009.

Tujuan pembentukan kawasan bebas adalah ini ialah untuk mendorong kegiatan lalu lintas perdagangan internasional yang mendatangkan devisa bagi negara. Serta dapat memberi pengaruh dan manfaat besar bagi Indonesia, membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Termasuk meningkatkan kepariwisataan dan penanaman modal baik asing maupun dalam negeri.

“Untuk kawasan bebas, kami memberikan insentif fiskal berupa pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor (PDRI). Yaitu atas pemasukan barang dari luar negeri ke kawasan bebas.

Dan PPN tidak dipungut atas pemasukan barang dari wilayah domestik lain ke dalam kawasan bebas. Adapun untuk insentif nonfiskal berupa kemudahan investasi dan perijinan berusaha satu pintu melalui Badan Pengusahan Batam (BP Batam),” tambah Nirwala.

Kawasan berfasilitas lainnya di wilayah Batam, yakni KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Indonesia. Yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

Tujuan pembentukan KEK ialah untuk mempercepat pembangunan perekonomian di kawasan-kawasan strategis tertentu bagi pembangunan perekonomian nasional. Dan menjaga keseimbangan pembangunan ekonomi di setiap daerah dalam kesatuan perekonomian nasional.

Saat ini, di wilayah Batam terdapat tiga KEK yaitu KEK Batam Aero Technic, KEK Nongsa, dan KEK Tanjung Sauh. Menurut Nirwala, selain tiga KEK di Batam yang sudah ditetapkan, pemerintah melalui Setjendenas KEK juga tengah memproses pengusulan dua KEK baru. Yaitu KEK Nipa di wilayah Pulau Nipa dan KEK Kesehatan Batam di Sekupang dan Nongsa, Pulau Batam.

Untuk insentif fiskal yang diberikan Bea Cukai di KEK di antaranya adalah pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI. Yaitu untuk importasi barang modal dalam rangka pembangunan dan pengembangan KEK;

Demikian juga penangguhan bea masuk dan PDRI untuk pemasukan bahan baku dalam rangka operasional KEK. Dan fasilitas tax holiday dan tax allowance untuk investasi dengan nilai minimum tertentu.

Lalu untuk insentif non fiskal berupa kemudahan perizinan berusaha satu pintu melalui administrator KEK; pengaturan larangan pembatasan; kemudahan imigrasi dan ketenagakerjaan.

“Dibandingkan dengan fasilitas di kawasan berfasilitas lainnya, fasilitas di KEK bersifat ultimate karena selain mencakup fasilitas fiskal kepabeanan serta insentif perpajakan. KEK juga didukung dengan fasilitas non fiskal berupa kemudahan perizinan berusaha,” jelas Nirwala.

Fasilitas yang tersedia di KEK selain lebih lengkap juga memiliki keunggulan dibanding luar KEK, yang menjadikan insentif tersebut lebih menarik dan juga lebih mudah. Sebagai contoh tax holiday, apabila di luar KEK, perlu minimal investasi Rp500 miliar untuk mendapat tax holiday selama lima tahun.

Sedangkan di KEK fasilitas ini sudah bisa diperoleh melalui investasi minimal Rp100 miliar dengan tax holiday selama 10 tahun. Untuk investasi minimal Rp500 miliar dengan tax holiday selama 15 tahun, dan untuk investasi minimal Rp1 triliun bisa mendapatkan tax holiday sampai 20 tahun.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting