(Vibizmedia-Nasional) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menerbitkan Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expenditure Report) tahun 2021 yang menginventarisasi berbagai insentif perpajakan, baik dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19, percepatan pemulihan ekonomi, maupun insentif perpajakan lain yang telah disediakan pemerintah untuk mendukung kinerja ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sejalan dengan tema APBN 2021 “Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Penguatan Reformasi”, insentif perpajakan diarahkan untuk memberikan bantalan bagi perekonomian serta mencegah kontraksi yang lebih dalam sekaligus mendukung percepatan pemulihan.
Secara umum, insentif pajak 2021 ditujukan untuk: (1) percepatan dan penguatan pengadaan kebutuhan medis penanganan pandemi, (2) relaksasi cash flow pelaku usaha yang masih terdampak pandemi, (3) mendorong percepatan pemulihan sektor potensial dan strategis, dan (4) implementasi keberlanjutan reformasi struktural dan percepatan transformasi perekonomian. Peran insentif perpajakan tersebut cukup efektif dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Pada tahun 2021, perekonomian Indonesia kembali tumbuh positif, bahkan mampu berada pada level 1,6 persen. Capaian tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan level pra-pandemi pada tahun 2019. Dukungan insentif fiskal baik yang berlaku secara umum, maupun yang ditawarkan melalui sektor-sektor strategis berperan sebagai stimulus bagi percepatan pemulihan ekonomi nasional dari sisi produksi dan konsumsi. Salah satu dukungan tersebut yaitu kebijakan PPnBM Ditanggung Pemerintah untuk pembelian Kendaraan Bermotor dan PPN Ditanggung Pemerintah atas pembelian rumah yang mampu mencapai tujuannya untuk menggerakkan sektor riil.
“Melihat perekonomian tahun 2020 terkontraksi dalam, Pemerintah memberikan insentif perpajakan yang lebih besar di tahun 2021 untuk mendorong pemulihan. Kebijakan insentif ini dilakukan dengan lebih terarah dan terukur untuk merespons kondisi pandemi yang dinamis serta mendukung upaya akselerasi transformasi ekonomi,” jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu dalam siaran persnya.
Laporan Belanja Perpajakan tahun 2021 menjadi dokumen penting untuk menginventarisasi dan mengevaluasi berbagai insentif perpajakan, serta menjadi dasar evaluasi kebijakan 2022 khususnya kebijakan yang terkait dengan penanganan pandemi. Seiring dengan itu, Belanja Perpajakan tahun 2021 mencapai Rp299,1 triliun atau sebesar 1,76 persen dari PDB. Nilai tersebut meningkat 23,8 persen dibandingkan belanja perpajakan tahun 2020 yang nilainya sebesar Rp241,6 triliun atau 1,56 persen dari PDB.
Berdasarkan jenis pajaknya, belanja perpajakan terbesar untuk tahun 2021 adalah PPN dan PPnBM, yang mencapai Rp175,0 triliun atau 58,5 persen dari total estimasi belanja perpajakan. Jumlah ini meningkat 24,2 persen dibandingkan belanja perpajakan tahun 2020, seiring dengan pemanfaatan insentif dalam rangka penanggulangan dampak pandemi Covid-19 seperti fasilitas PPN dan Bea Masuk untuk kegiatan penanganan Covid-19 termasuk impor pengadaan vaksin.
Sementara pada tahun 2023, reformasi belanja APBN dijalankan dengan peningkatan kualitas belanja yang ditempuh melalui pengendalian belanja yang lebih efisien, lebih produktif, dan menghasilkan efek pengganda (multiplier effect) yang kuat terhadap perekonomian, serta efektif untuk mendukung program-program pembangunan prioritas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan pemanfaatannya, nilai estimasi belanja perpajakan tahun 2021 yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan UMKM mencapai Rp229,0 triliun atau sebesar 76,5 persen terhadap total belanja perpajakan. Belanja perpajakan tersebut sebagian besar berupa pengecualian barang dan jasa kena pajak seperti bahan kebutuhan pokok, jasa angkutan umum, serta jasa pendidikan dan kesehatan, yang ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat.
Meski begitu, penyusunan Laporan Belanja Perpajakan terus disempurnakan, salah satu bentuknya adalah penyajian estimasi belanja perpajakan untuk satu tahun ke depan. Selain itu, untuk menjaga tata kelola yang baik (good governance), Pemerintah secara berkesinambungan melakukan pengawasan dan evaluasi atas suatu fasilitas perpajakan. Berkenaan dengan hal tersebut, dalam laporan tahun ini disajikan juga hasil evaluasi atas beberapa kebijakan yaitu (i) fasilitas penurunan tarif pajak penghasilan bagi perseroan terbuka, (ii) fasilitas kepabeanan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19, dan (iii) kontribusi ekonomi pemanfaatan fasilitas Kawasan Berikat. Hasil evaluasi tersebut diharapkan menjadi informasi awal bagi pemerintah dan dapat memberikan ruang diskusi bagi publik dalam rangka melakukan pengawasan bersama terhadap pemanfaatan insentif perpajakan di Indonesia.
Selain itu, Pemerintah juga dituntut untuk mampu membaca segala dinamika yang terjadi akibat tekanan geopolitik serta berbagai bentuk komitmen global terkait pelaksanaan ekonomi hijau serta konsensus reformasi perpajakan internasional, yang akan mempengaruhi kebijakan insentif perpajakan.
“Sebagaimana kita ketahui, insentif perpajakan merupakan salah satu kebijakan fiskal yang melengkapi instrumen APBN, bekerja dari sisi belanja negara sehingga penyusunan Laporan Belanja Perpajakan adalah bagian yang sangat penting dari APBN karena mencatat semua instrumen yang tidak tertera dalam komponen belanja. Laporan ini adalah bentuk akuntabilitas dari penghitungan kebijakan insentif perpajakan dan akan terus disempurnakan,” kata Febrio.
Di tahun 2022 dan ke depan, tantangan pembangunan ekonomi nasional mengalami pergeseran dari semula pandemi Covid-19 menjadi gejolak perekonomian global yang diperparah oleh perang di Ukraina dan meningkatnya tensi geopolitik. Kebijakan insentif perpajakan di 2022 dan ke depan tentunya dapat diarahkan untuk menjawab berbagai tantangan baru tersebut. Penguatan daya saing perekonomian juga mutlak dilakukan untuk terus memperkuat daya tahan perekonomian nasional dalam menghadapi tekanan eksternal. Selain itu, kebijakan insentif perpajakan juga akan dioptimalkan untuk mendukung akselerasi transformasi perekonomian dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.