(Vibizmedia-Kolom) Pendidikan diperlukan sebagai sarana untuk membangun sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing. Namun pandemi Covid-19 telah menyebabkan hilangnya pembelajaran (learning loss) secara tatap muka di kalangan peserta didik dan tenaga pendidik.
Antisipasi dilakukan pemerintah dengan menyederhanakan kurikulum serta penyesuaian metode pembelajaran yang tidak hanya dilakukan secara jarak jauh tetapi juga mulai dilakukan dengan tatap muka langsung khususnya di daerah yang memiliki level PPKM 1, 2, atau 3.
Perkembangan kebijakan serta program pembangunan pendidikan dapat terlihat dari data dan informasi yang lengkap dan akurat sehingga sangat diperlukan untuk dapat menjawab tantangan di bidang pendidikan yang sedang dan akan dihadapi.
Setelah kurang lebih dua tahun tidak ada proses pembelajaran di sekolah berbagai upaya pemulihan telah dilakukan, termasuk dalam hal menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan.
Pada tahun ajaran 2021/2022, infrastruktur pendidikan sekolah telah mengalami kemajuan. Jumlah sekolah dasar dan menengah telah mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun ajaran 2020/2021.
Peraturan zonasi sekolah mengakibatkan sekolah negeri terbatas menerima peserta didik dari luar zona sekolah. Dalam satu tahun terakhir lebih dari 1.000 sekolah swasta baru terdaftar di Kemendikbudristek.
Ruang kelas merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran tatap muka. Pada tahun ajaran 2021/2022 terdapat sekitar 1,2 juta ruang kelas pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan angka tersebut hampir 3 kali dari jumlah ruang kelas Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ketersediaan ruang kelas tidak hanya dilihat dari sisi jumlah, tetapi juga perlu dilihat dari sisi kondisi/keadaannya.
Apabila dibandingkan dengan tahun ajaran 2020/2021, jumlah ruang kelas yang rusak berat telah mengalami penurunan. Namun, jumlah ruang kelas yang dalam keadaan baik juga mengalami penurunan. Keadaan ini terjadi pada semua jenjang pendidikan. Jumlah rombongan belajar (rombel) idealnya sama dengan jumlah kelas yang tersedia. Hal ini menandakan bahwa tidak ada ruang kelas yang digunakan untuk dua atau lebih rombel yang berbeda, dimana semua jenjang pendidikan memiliki angka rasio rombel per kelas dibawah 1 (satu).
Sanitasi Sekolah merupakan salah satu prioritas utama dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu membangun dan meningkatkan fasilitas pendidikan yang ramah anak, sensitif terhadap kebutuhan gender dan penyandang disabilitas, serta memberikan lingkungan belajar yang aman, anti kekerasan, inklusif dan efektif bagi semua.
Pada tahun 2021, terdapat 10 persen sekolah pada jenjang pendidikan SD yang tidak memiliki sumber air layak atau tidak ada sumber air. Persentase tersebut semakin menurun seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan.
Berdasarkan data dari Kemendikbudristek, secara umum setidaknya terdapat 6 dari 10 sekolah pada setiap jenjang yang memiliki sanitasi yang layak dan terpisah dengan kondisi baik atau rusak ringan. Jenjang pendidikan sekolah dasar memiliki ketersediaan sanitasi dasar yang paling rendah dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya.
Dari 100 sekolah, hanya 59 Sekolah Dasar yang memiliki toilet layak dan terpisah antara laki-laki dan perempuan. Pada tahun 2021, terdapat 7 dari 10 sekolah di setiap jenjang pendidikan memiliki sarana kebersihan dasar. Artinya, bahwa masih terdapat 3 sekolah di setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah yang belum menyediakan sarana cuci tangan dengan sabun dan air mengalir bagi sivitas akademika di sekolah tersebut.
Isu tentang pentingnya keberadaan seorang guru dalam mendukung proses pembelajaran tercantum dalam salah satu target Sustainable Development Goals (SDG’s) 4.c yaitu pada tahun 2030, secara signifikan meningkatkan pasokan guru yang berkualitas. Keadaan tahun ajaran 2021/2022 menunjukkan bahwa jumlah guru mengalami penurunan dalam satu tahun terakhir.
Penurunan terjadi pada setiap jenjang pendidikan. Penurunan paling banyak adalah jumlah guru Sekolah Dasar yaitu sekitar 78 ribu guru tidak mengajar lagi. Walaupun jumlah guru mengalami penurunan, persentase guru layak mengajar mengalami kenaikan dalam setahun terakhir pada setiap jenjang.
Menurut jenjang pendidikan, persentase guru dengan pendidikan minimal S1/D4 paling banyak ada pada jenjang sekolah menengah atas, sedangkan jenjang sekolah dasar merupakan jenjang dengan persentase paling kecil. Persentase guru dengan pendidikan minimal S1/D4 pada jenjang pendidikan sekolah menengah atas ada sebanyak 98 dari 100 guru.
Sedangkan pada jenjang sekolah dasar, dari 100 guru terdapat 95 guru yang memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1/D4. Salah satu indikator untuk melihat pemerataan layanan pendidikan yang berkualitas adalah rasio murid-guru.
Pada jenjang sekolah dasar walaupun secara nasional rasio murid-guru sudah baik yaitu tidak lebih dari angka ideal (satu guru bertanggung jawab terhadap 20 murid), namun menurut sebaran provinsi terdapat tiga provinsi dengan rasio di atas angka idealnya yaitu Provinsi Jawa Barat, Banten, dan Papua.
Angka ini menunjukkan terjadinya penumpukan guru sekolah dasar di level provinsi. Rasio terkecil ada di Provinsi Aceh, dimana satu guru bertanggung jawab kepada 10 murid. Sedangkan di Provinsi Papua, satu guru bertanggung jawab terhadap 24 murid.