(Vibizmedia-Kolom) Bawang merah merupakan komoditas strategis yang berperan sangat penting terhadap ketahanan pangan di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan bawang merah adalah salah satu komoditas hortikultura bernilai ekonomi tinggi. Tingkat konsumsi bawang merah di Indonesia terus meningkat.
Dilihat dari sisi produktivitas, meskipun memiliki potensi produksi yang cukup memadai saat ini diduga Indonesia mengalami masalah pada distribusi bawang merah. Dugaan ini didasarkan dari disparitas harga yang cukup tinggi antara harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyatakan bahwa panjangnya rantai distribusi komoditas pertanian seperti bawang merah akan berdampak pada melonjaknya harga hingga duo sampai tiga kali lipat di level konsumen, dibandingkan harga di level petani.
Setiap menjelang lebaran, komoditas ini naik daun karena harganya yang melonjak tinggi di pasar-pasar tradisional akibat tingginya permintaan. Bawang merah termasuk salah satu dari beberapa komoditas kategori makanan penyumbang inflasi bersanding dengan komoditas lain seperti cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, dan tomat. Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap komoditas bawang merah juga diperkuat dengan hasil SUSENAS September 2021 yang menyebutkan bahwa tingkat partisipasi konsumsi bawang merah di rumah tangga sebesar 93,08 persen. Hal ini dapat diartikan bahwa tingkat konsumsi rumah tangga terhadap bawang cukup tinggi. Hal ini lebih diperkuat dengan masuknya komoditas bawang merah dalam daftar komoditas yang memberikan andil terhadap perhitungan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) sehingga perlu dilakukan pemantauan stabilitas harga komoditas ini.
Produksi Bawang Merah
Dari pemenuhan kebutuhan bawang merah, saat ini juga masih bergantung pada produksi bawang merah yang bersifat musiman. Hal ini menjadikan adanya potensi tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat terhadap bawang merah di luar muslim panen. Produksi bawang merah di Indonesia tahun 2021 mencapai 2,01 juta ton. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produksi bawang merah tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar 189,15 ribu ton dari tahun 2020. Pada tahun 2021, Provinsi Jawa Tengah berkontribusi sebesar 28,15 persen terhadap produksi bawang merah nasional dengan total produksi mencapai 564,26 ribu ton dan luas panen 55,98 ribu hektar. Provinsi Jawa Timur berkontribusi sebesar 24,99 persen dengan total produksi mencapai 500,99 ribu ton dan luas panen 53,67 ribu hektar. Provinsi Nusa Tenggara Barat berkontribusi sebesar persen dengan total produksi mencapai 222,62 ribu ton dan luas panen 20,31 ribu hektar.
Konsumsi
Komoditas bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang paling banyak dikonsumsi Indonesia. Berdasarkan data hasil Survei Sosial Ekonomi (Susenas) September 2021, rata—rata konsumsi per kapita komoditas bawang merah masyarakat Indonesia selama sebulan mencapai 2,49 kilogram.
Tingginya tingkat konsumsi bawang merah di Indonesia ini dapat dikaitkan dengan budaya kuliner masyarakat Indonesia yang menggunakan bawang merah sebagai bumbu dasar atau penyedap rosa masakan . Karena merupakan golongan sayuran yang dikonsumsi sepanjang waktu, maka bawang merah akan terus dibutuhkan oleh masyarakat dengan jumlah yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perekonomian nasional.
Apabila dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk Indonesia tahun 2021 hasil Sensus Penduduk 2020, konsumsi bawang merah oleh sektor rumah tangga tahun 2021 mencapai 790,63 ribu ton. Konsumsi bawang merah oleh sektor rumah tangga tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar 60,81 ribu ton jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Konsumsi bawang merah dari sektor rumah tangga sendiri berkontribusi sebesar 94,16 persen dari total konsumsi bawang besar.
Permintaan bawang merah akan terus meningkat seiring dengan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat karena adanya pertambahan jumlah penduduk, semakin berkembangnya industri produk olahan berbahan baku bawang merah (bawang goreng, bumbu masak) dan pengembangan pasar.
Surplus dan Defisit Bawang Merah
Perdagangan komoditas pertanian sangat dipengaruhi oleh produksinya. Apabila produksi lebih besar dari konsumsi maka dapat dikatakan bahwa di wilayah tersebut terjadi surplus. Sebaliknya, apabila produksi lebih kecil dibandingkan konsumsinya maka dapat dikatakan bahwa wilayah tersebut mengalami defisit.
Dampak dari surplus produksi adalah meningkatnya jumlah penawaran (pasokan) yang melebihi permintaan pasar sehingga menyebabkan harga lebih murah dari kondisi biasanya. Sebaliknya, kondisi defisit produksi dapat menyebabkan peningkatan harga karena pasokan yang ada tidak dapat memenuhi permintaan. Upaya yang dapat dilakukan agar harga suatu komoditas dapat mendekati stabil adalah dengan melakukan ekspor atau menjual kelebihan produksi dari wilayah surplus, atau sebaliknya, yaitu dengan mendatangkan barang (impor) untuk wilayah defisit sehingga menyebabkan terjadinya perdagangan antarwilayah. Perdagangan antar wilayah atau yang lebih dikenal dengan perdagangan antarprovinsi dapat diartikan sebagai perdagangan komoditas dari suatu wilayah/daerah ke wilayah/daerah lain, baik melalui jalan darat, laut, maupun udara. Aliran barang mungkin terjadi dari daerah yang harganya rendah ke daerah yang harganya tinggi bila selisih harga keduanya lebih besar dari biaya transfer/biaya angkut.
Perdagangan antarwilayah juga dapat terjadi karena suatu wilayah tidak dapat menyediakan seluruh komoditas yang diperlukan untuk dikonsumsi masyarakat di wilayah tersebut. Wilayah yang bukan merupakan sentra produksi membeli bawang merah dari wilayah sentra produksi. Akibatnya, aktivitas perdagangan tersebut membentuk rantai distribusi dari produsen penghasil bawang merah hingga ke konsumen akhir.
Apabila dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus Penduduk 2020, rata-rata konsumsi bawang merah oleh sektor rumah tangga di Indonesia tahun 2021 mampu dipenuhi oleh produksi bawang merah domestik dengan surplus sebesar 146,03 persen.
Artinya, terdapat kelebihan produksi bawang merah sebesar 146,03 persen yang mungkin digunakan untuk memenuhi kebutuhan sektor lain selain rumah tangga, misalnya kebutuhan sektor industri dan jasa lainnya. Perbandingan antara produksi dan konsumsi bawang merah menurut provinsi menunjukkan banyak wilayah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi di wilayahnya. Sebanyak dua puluh empat provinsi belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangganya dengan mengandalkan produksi di dalam provinsi.
Dari 24 provinsi dengan produksi defisit tersebut, 20 provinsi diantaranya mengalami defisit lebih dari 50 persen. Oleh karenanya, provinsi—provinsi tersebut perlu mendatangkan bawang merah dari supplier yang berasal dari luar provinsi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi bawang merah di wilayahnya. Sedangkan 4 provinsi lainnya mengalami deficit kurang dari 50 persen.
Pola Distribusi Bawang Merah
Pola distribusi perdagangan bawang merah di Indonesia menggambarkan jalur distribusi perdagangan dari produsen sampai ke konsumen akhir dengan melewati pedagang perantara berupa pedagang besar maupun pedagang eceran. Hasil survei menunjukkan bahwa distribusi perdagangan bawang merah di Indonesia dari produsen sampai ke konsumen akhir melibatkan enam pelaku usaha perdagangan yaitu distributor, subdistributor, pedagang grosir, pedagang pengepul, supermarket dan pedagang eceran. Dari keenam pelaku usaha distribusi perdagangan tersebut, selanjutnya bawang merah didistribusikan ke konsumen akhir yang terdiri dari industri pengolahan, rumah tangga, pemerintah dan lembaga nirlaba, serta kegiatan usaha lain (seperti hotel, restoran, rumah sakit, dll).
Dari pola yang terbentuk, pendistribusian bawang merah dari produsen paling banyak didistribusikan ke pedagang pengepul sebesar 73,16 persen. Selain itu, produsen juga berperan dalam mendistribusikan bawang merah ke distributor, pedagang grosir, pedagang eceran dan supermarket / swalayan.
Selanjutnya oleh pedagang pengepul komoditas bawang paling banyak di jual ke pedagang eceran sebesar 48,54 persen. Sumber pasokan bawang merah di tingkat eceran selain dari pedagang pengepul juga diperoleh dari distributor, sub distributor, pedagang grosir. Berikutnya oleh pedagang eceran bawang merah sebagian besar disalurkan langsung ke rumah tangga sebagai konsumen akhir selain industri pengolahan dan kegiatan usaha lainnya.
Pola distribusi perdagangan bawang merah berdasarkan persentase volume penjualan terbesar dari produsen ke konsumen akhir yang melalui pedagang perantara. Rantai distribusi perdagangan yang terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.