Dukung Zero Emission, Kementerian ESDM Susun Peta Jalan Penurunan Gas Suar

0
549
gas suar
Ilustrasi Gas Suar (Foto: Info Publik)

(Vibizmedia – Nasional) Demi mencapai target netralitas karbon atau net zero emission  pada 2060, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendukung penurunan gas suar atau flare gas dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi (migas).

Dilansir dari Info Publik,  Inspektur Migas Ahli Muda Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Chitra Ria Ariska, dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Selasa (2/8/2022) menjelaskan bahwa Indonesia telah menetapkan target mendukung net zero emission pada 2060 atau lebih cepat lagi. Untuk itu diperlukan mitigasi emisi gas rumah kaca pada kegiatan usaha migas, salah satunya dengan pengelolaan gas suar.

Untuk itu Kementerian ESDM telah menyusun peta jalan penurunan gas suar sejak 2020 sampai 2024 mendatang.

Identifikasi upaya koordinasi dengan pemangku kepentingan migas dan persiapan komitmen zero routine flaring telah dilakukan Kementerian ESDM pada 2020.

Selain itu pada 2021 Kementerian ESDM juga telah melakukan penguatan regulasi melalui revisi peraturan terkait pelaksanaan gas suar. Pada 2022 dilakukan penyusunan baseline data yang akurat terkait flaring. Pada 2023 akan dilakukan pemetaan penurunan gas suar dan klasterisasi penurunan gas suar dengan mengidentifikasi rantai sumber dan potensi pemanfaatan gas suar serta menentukan pooling system.

Apakah Gas Suar?

Gas suar adalah gas yang dihasilkan kegiatan eksplorasi, dan eksploitasi migas yang akan dibakar pada suar secara terus-menerus maupun yang tidak terus-menerus dalam kondisi rutin maupun tidak rutin. Emisi yang dihasilkan gas suar sebagian besar adalah karbondioksida.

Chitra juga menjelaskan bahwa pembakaran gas suar terutama di hilir migas dilakukan untuk keselamatan, misalnya pembakaran dari gas suar untuk pembersihan, percobaan, pengetesan untuk sistem keselamatan dan pembakaran gas suar untuk keselamatan lingkungan.

Selain itu ada pula pembakaran gas suar dari tambahan gas sebagai bahan bakar untuk pembakaran gas suar yang mengandung gas pengotor untuk mempertahankan nyala api.

Ada juga pembakaran gas suar dari gas bertekanan rendah dan atau pembakaran gas suar dengan kandungan rata-rata gas pengotor lebih besar dari 50 persen mol yang berdasarkan kajian teknis dan keekonomian belum atau tidak dapat dimanfaatkan.

Gas Suar Dapat Dimanfaatkan Kembali

Tetapi gas suar  juga dapat dimanfaatkan untuk dialirkan kembali ke dalam sistem bahan bakar pada fasilitas produksi, sehingga bisa menghemat BBM, menghasilkan listrik, memproduksi Compressed Natural Gas (CNG), Liquefied Natural Gas (LNG) sebagai bahan untuk memproduksi metanol dan amonia, injeksi gas untuk kegiatan Enhanced Oil Recovery (EOR), untuk meningkatkan jumlah pengangkatan minyak bumi pada blok-blok migas tua.

Adapun volume gas suar untuk kegiatan hulu dan hilir migas mencapai 133,10 MMSCFD atau Juta Standar Kaki Kubik per Hari.

Sedangkan pemanfaatan gas suar baik hulu dan hilir mencapai 342,97 MMCSFD.

Pengelolaan Gas Suar Mencakup Penurunan Pembakaran Gas Suar Sekaligus Kenaikan Pemanfaatan Gas Suar 

Kegiatan pengelolaan gas suar pada subsektor hulu migas selama 2018-2021, terdapat penurunan pembakaran gas suar disertai kenaikan pemanfaatan gas suar di sektor hulu migas.

Sedangkan untuk hilir migas cenderung fluktuatif dan seiring dengan optimasi proses produksi jumlahnya semakin turun.

Sampai triwulan ketiga 2021 kebijakan pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca telah dilakukan pemanfaatan gas suar bakar oleh 50 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) hulu migas dan tujuh Badan Usaha Hilir Migas.

Total pemanfaatan gas suar bakar untuk kepentingan sendiri sebesar 287 MMSCFD dari 50 KKKS hulu dan 43 MMSCFD dari tujuh Badan Usaha hilir.

“Dengan demikian, total gas suar yang dimanfaatkan dari kegiatan hulu dan hilir minyak dan gas bumi sebesar 342 MMSCFD,” pungkas Chitra.

Indonesia Menguji Prinsip Keterjangkauan Transisi Energi