(Vibizmedia-Nasional) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional menyebut pasca Covid-19 pertumbuhan 5% tidak cukup untuk keluar dari Middle Income Trap (MIT). Bappenas memproyeksikan bahwa untuk mengembalikan status Indonesia menjadi upper middle income country pada tahun 2022 membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,0 Persen per tahun.
Menteri Perencanaan pembangunan Nasional Suharso Monoarfa menyampaikan beberapa negara yang telah berhasil mengendalikan penyebaran virus Covid-19 mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang positif. Misalnya, China tumbuh sebesar 2,3 persen dan Taiwan tumbuh sebesar 3,0 persen.
“Faktor-faktor yang menyebabkan China, dan Taiwan tumbuh positif adalah dengan memberlakukan Quick Respon. China memulai lockdown selama 76 hari pada 23 januari sampai 8 april, membangun rumah sakit khusus dalam 10 hari.” jelas Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa saat menggelar konferensi pers yang mengusung tema “Perkembangan Ekonomi Indonesia: Optimisme Dengan Kerja Cerdas, Lekas dan Tuntas,” pada hari Selasa, 9 Februari 2021 secara offline maupun virtual.
Sementara itu, Taiwan menetapkan protokol pengendalian di perbatasan negara dan karantina semenjak 31 Desember 2019, Januari-Maret 2020 memanfaatkan big data untuk pendistribusian masker, menerapkan denda bagi pelanggar aturan karantina dan penumpang kendaraan publik tanpa masker.
“Pemerintah Indonesia telah melakukan 3 upaya penanganan Covid-19. Pertama, memperluas upaya kuratif untuk penanganan terhadap penderita Covid-19. Kedua, melakukan upaya promotif dan preventif termasuk vaksinasi Covid-19, dan ketiga yaitu Herd Immunity di Indonesia (70%) yang diperkirakan akan dicapai pada Maret 2022,” kata Suharso.
Suharso menjelaskan kondisi pandemi menyebabkan tren e-commerce di dunia terus meningkat tajam. Penjualan e-commerce di Indonesia meningkat mencapai 15,4 persen, jauh di atas pertumbuhan global sebesar 8,1 persen dan lebih tinggi dibanding negara-negara seperti India yang tumbuh sebesar 13,1 persen dan Afrika Selatan sebesar 10,0 persen.
“Pemenang nobel bidang ekonomi tahun 2015, Angus Deaton, dalam salah satu paper nya di bulan Januari 2021 mengatakan bahwa tidak ada trade-Off antara Kesehatan dan ekonomi: fewer death means more income. Negara yang berhasil menangani Covid-19, mengalami pemulihan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Di sisi lain, negara-negara yang mengalami tingkat kematian yang tinggi akibat Covid-19, mengalami penurunan pendapatan per kapita yang lebih besar, lanjut Menteri.
Suharso menyampaikan penangangan Covid-19 perlu difokuskan pada upaya untuk menurunkan tingkat penyebaran Covid-19 melalui kerjasama antara berbagai pihak: masyarakat, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah, meningkatkan jumlah testing dan tracing di seluruh daerah, sehingga menurunkan positivity rate dan menurunkan angka reproduksi virus (Rt); serta melaksanakan vaksinasi sesuai sasaran yang ditetapkan.
Selanjutnya, di sisi pemulihan ekonomi, perlu difokuskan pada upaya untuk melakukan implementasi program pemulihan ekonomi secara tepat dan terukur, meningkatkan kepercayaan masyarakat dan investor, sehingga dapat melakukan aktivitas ekonomi, melakukan reformasi sistem kesehatan, sistem perlindungan sosial, dan sistem kebencanaan, serta mengembalikan jam kerja pada sektor industri dan pariwisata, serta mendorong investasi padat karya.
“Kita butuh kerja keras dan kolaborasi seluruh pihak untuk mengatasi pandemi dan mencapai sasaran ini, kita mesti optimis dengan kerja cerdas, lekas dan tuntas,” ucapnya.