(Vibizmedia-Wawancara Khusus) Sebagai penduduk keempat terbesar didunia, dengan jumlah 270 juta jiwa. Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menegaskan Indonesia harus mandiri dalam pengembangan vaksin Covid-19.
“Kita sebagai negara tropis, masih cukup banyak penyakit yang bisa mengancam. Jadi jelas kebutuhan vaksin itu luar biasa, karena penduduk kita besar. Terkait dengan Covid-19, kita melihat bahwa solusi pamungkas dari pandemi ini, mau tidak mau akan ada di vaksin, ini menjadi solusi pamungkas dari sisi kesehatan dan ekonomi sekaligus,” ungkap Bambang Brodjonegoro dalam wawancara secara virtual dengan vibizmedia.com, pada Selasa, 18 Agustus 2020.
Menurutnya, kalau semua orang mendapat vaksinasi, maka otomatis tidak ada kekhawatiran mengenai penyebaran (Covid-19), karena orang sudah mempunyai daya tahan tubuh yang diperkuat oleh vaksin dan dengan demikian kegiatan ekonomi bisa mulai kembali pada jalur yang normal, orang bisa melakukan aktivitas ekonomi secara lebih intensif, dibanding ketika masa pandemi.
Saat ini, secara global pengembangan vaksin dilakukan oleh negara dan juga oleh perusahaan atau pharmaceutical company. Untuk itu, dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah menugaskan Lembaga Eijkman untuk melakukan pengembangan dan penelitian mengenai penyakit menular atau tropical disease, termasuk juga pembuatan vaksin, sedangkan proses produksinya dilakukan oleh Bio Farma.
Bambang menjelaskan Lembaga Eijkman yang berada dibawah koordinasi Kemenristek/BRIN, mengawal seed vaccine sampai uji pada hewan atau mamalia selesai, dan kalau itu memang sudah cocok, sesuai dengan apa yang diharapkan dalam uji coba tersebut, maka lembaga Eijkman akan menyerahkan bibit vaksin tersebut ke Bio Farma.
“Bio Farma ini di Indonesia, fungsinya lebih kepada manufacturing vaksinnya, jadi bibit vaksin diserahkan ke Bio Farma, Bio Farma akan memformulasi bibit vaksin itu menjadi vaksin dalam bentuk cairan yang siap untuk disuntikkan kepada penerima,” kata Bambang.
Dari hasil pengembangan dan penelitian Eijkman tersebut, pemerintah menamakan vaksin ‘Merah Putih’, sebab ini merupakan upaya dari negara. Keberadaan vaksin Merah Putih menunjukkan bahwa Indonesia punya kemampuan dan kemandirian dalam pengembangan vaksin.
Ditambah, pengalaman Bio Farma sebagai salah satu perusahaan vaksin terbesar di Asia Tenggara dan telah ekspor ke lebih dari 100 negara untuk vaksin polio. Bukan itu saja, kapasitas Bio Farma saat ini mampu produksi 100 juta dos vaksin per tahun, dan sedang mengupayakan bisa sampai 250 juta dos per tahun.
Ini menunjukkan bahwa Indonesia juga berupaya untuk tidak tergantung dengan negara lain, dan melalui produksi secara besar tersebut, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, kata Bambang.