(Vibizmedia-Nasional) Pada semester I-2020, industri makanan dan minuman (mamin) serta industri logam dasar di tengah pandemi menembus pasar internasional, tercatat memberikan kontribusi terbesar kepada capaian ekspor, masing-masing sebesar USD13,73 miliar dan USD10,87 miliar.
“Industri mamin merupakan salah satu sektor yang memiliki demand tinggi ketika pandemi Covid-19. Sebab, masyarakat perlu mengonsumsi asupan yang bergizi untuk meningkatkan imunitas tubuhnya dalam upaya menjaga kesehatan,” ungkap Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya, Kamis 23 Juli 2020.
Agus menegaskan industri mamin juga sebagai sektor usaha yang mendominasi di tanah air, terutama industri kecil menengah (IKM). Hal ini yang menjadi tumpuan bagi berputarnya roda ekonomi nasional.
“Sesuai aspirasi pada peta jalan Making Indonesia 4.0, kami menargetkan industri mamin akan mampu merajai di wilayah Asia Tenggara,” jelasnya.
Menurutnya, sudah banyak produk mamin produksi Indonesia digemari konsumen mancanegara. “Misalnya, mie instan kita yang sangat diminati oleh negara-negara di Afrika,” jelasnya.
Kementerian Perindustrian juga terus mendorong perluasan pasar dan diversifikasi produk mamin yang berorientasi ekspor.
Sementara, kinerja gemilang yang dicatatkan oleh industri logam dasar merupakan bukti berjalannya kebijakan hilirisasi di sektor tersebut.
“Artinya, dengan meningkatkan nilai tambah sumber daya alam kita, hasilnya adalah penerimaan devisa dari ekspor. Selain itu, multiplier effect lainnya, aktivitas industri dapat menyerap tenaga kerja,” katanya.
Apalagi, industri logam dikategorikan sebagai mother of industry karena produk logam dasar merupakan bahan baku utama yang menunjang bagi kegiatan produksi di sektor lain seperti industri otomotif, maritim, elektronik, dan sebagainya. Kontribusi ini yang membuat industri logam dasar dinilai berperan menjadi tulang punggung bagi perekonomian nasional.
“Kami sedang mendorong industri logam siap memasuki era industri 4.0 dengan menerapkan teknologi digital. Tujuannya, agar bisa meningkatkan produktivitas dan kualitas secara lebih efisien. Jadi, industri 4.0 bukan untuk mengurangi tenaga kerjanya, tetapi memacu added value manusianya,” ucap Agus.
Selain itu, industri logam dasar punya orientasi pasar ekspor yang potensial sehingga produknya perlu didorong go international.