(Vibizmedia – Nasional) Keberadaan bank tanah dan konsolidasi lahan menjadi solusi dalam penyediaan lahan untuk pembangunan infrastruktur di tanah air.
Sekretaris Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Dadang Rukmana mengatakan bahwa melalui bank tanah dapat dilakukan pemberian kompensasi lahan bagi pemilik tanah yang tidak setuju ikut serta dalam program pembangunan kepentingan umum.
Sementara konsolidasi lahan bertujuan untuk melakukan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai rencana tata ruang wilayah dan kepentingan umum, ungkap Dadang, Senin (19/9).
Keberadaan bank tanah akan turut menjamin terwujudnya tujuan yang dirumuskan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Konsep bank tanah dan konsolidasi lahan sebenarnya sudah ada sejak dahulu, tetapi belum terealisasi secara optimal dalam skala besar padahal bank tanah berfungsi sebagai penghimpun tanah, pengaman tanah, pengendali penguasaan tanah, pengelola tanah, penilai harga tanah, penyalur tanah serta pengendali harga tanah.
Selama ini, proses pengadaan tanah masih menjadi hambatan terbesar dalam pembangunan infrastruktur di tanah air. Hal tersebut dapat dilihat dari proses pengadaan tanah yang rata-rata terlambat dari tenggat waktu yang disediakan.
Dadang sampaiakan berdasarkan kebutuhan tanah untuk jalan nasional yang dikelola Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga Kementerian PUPR hingga 2019 mencapai 41.065 hektar, sementara tanah yang terbebas sampai dengan Juli 2016 baru mencapai 7.896 hektar atau 19% sehingga jumlah tanah yang belum terbebaskan mencapai 33.169 hektar atau 81%.
Penyebab keterlambatan proses pengadaan tanah disebabkan oleh belum lengkapnya data pertanahan yang meliputi batas tanah, kepemilikan tanah, apakah milik ulayat, negara atau individual, keakuratan dokumen perencanaan pengadaan tanah, kurangnya koordinasi dan komunikasi antar instansi pelaksana pengadaan tanah, belum adanya sistem informasi penyelenggaraan tanah yang dapat memantau secara langsung, rendahnya kesadaran mengenai proses dan mekanisme pengadaan tanah, serta tidak ada kesepakatan kompensasi harga dengan pemilik tanah.
Disisi lain, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum seperti jalan umum/tol, terowongan, jalur dan stasiun kereta api, waduk, bendungan dan bandar udara, masyarakat perlu menyadari pentingnya tanah untuk kepentingan umum.
Journalist : Rully
Editor : Mark Sinambela