Paket Kebijakan Ekonomi Untuk Memperkuat Ekonomi Indonesia
Dalam satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, bidang perekonomian menghadapi tantangan yang tidak ringan, khususnya datang dari kondisi dan perlambatan ekonomi global. Dalam semester I 2015 terjadi pertumbuhan yang bias ke bawah terganjal perlambatan ekonomi Tiongkok dan ekonomi AS yang di luar harapan. Sementara itu ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS, gejolak di Uni Eropa, serta anjloknya bursa saham Tiongkok menunjukkan tekanan masih terjadi di pasar keuangan global.
Pengaruh ekonomi global yang terjadi di seluruh dunia juga mempengaruhi perekonomian Indonesia.
- Perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia, pada triwulan II 2015 melambat 4,67% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,72% (yoy), terjadi akibat melemahnya pertumbuhan investasi, konsumsi pemerintah, dan konsumsi rumah tangga.
- Pertumbuhan ekspor tumbuh terbatas dengan masih berlangsungnya pemulihan ekonomi global dan penurunan harga komoditas.
- Pertumbuhan impor terkontraksi dengan lemahnya permintaan domestik.
Paket Kebijakan Ekonomi
Menghadapi kondisi perlambatan ekonomi yang terjadi, pemerintah bekerja keras dan berupaya memberikan paket kebijakan ekonomi yang dapat menyentuh akar masalah dan memberikan solusi untuk membawa penguatan ekonomi Indonesia.
Paket Kebijakan Ekonomi yang dikeluarkan sejak 9 September 2015, berupaya untuk menyentuh berbagai aspek. Tujuannya untuk menangkal perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh kondisi ekonomi global dan domestik dengan cara memperbaiki struktur ekonomi yang lebih kondusif bagi berkembangnya industri, kepastian berusaha di bidang perburuhan, kemudahan investasi, memangkas berbagai perizinan serta memperluas akses masyarakat untuk mendapatkan kredit perbankan.
Di bidang energi, pemerintah telah menurunkan harga solar sebesar Rp 200 pada Oktober 2015 ini. Selain itu, pemerintah juga mendorong nelayan untuk beralih dari penggunaan bahan bakar solar menjadi bahan bakar gas. Pemerintah juga memberi diskon tarif listrik bagi industri antara jam 23.00-08.00 WIB.
Sumber : Kominfo
Di bidang perbankan, pemerintah memberikan akses yang lebih luas bagi masyarakat, terutama golongan kelas menengah-bawah untuk mendapatkan akses ke sistem perbankan melalui fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga rendah, yakni 12 persen. Tak cuma itu, melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk mendukung UKM yang berorientasi ekspor atau yang terlibat dalam produksi untuk produk ekspor, pemerintah juga memberikan fasilitas pinjaman atau kredit modal kerja dengan tingkat bunga yang lebih rendah dari tingkat bunga komersial. Fasilitas ini terutama diberikan kepada perusahaan padat karya dan rawan PHK.
Sumber : Kominfo
Di bidang fiskal, pemerintah menyediakan fasilitas pengurangan pajak penghasilan (PPh) badan mulai dari 10 hingga 100 persen untuk jangka waktu 5-10 tahun (tax holiday). Persyaratan penerima tax holiday adalah wajib pajak baru yang berstatus badan hukum, membangun industri pionir dengan rencana investasi minimal Rp 1 triliun, rasio utang terhadap ekuitas (debt equity ratio) 1:4, serta mengendapkan dana di perbankan nasional minimal 10 persen dari total rencana investasi hingga realisasi proyek.
Sumber : Kominfo
Insentif fiskal lainnya yang ditawarkan pemerintah adalah pengurangan penghasilan netto sebesar 5 persen setahun selama enam tahun sebagai dasar pengenaan PPh badan (tax allowance). Fasilitas ini berbeda dengan tax holiday karena tidak mengurangi tarif PPh badan sebesar 25 persen, tetapi mengurangi penghasilan kena pajak maksimal 30 persen selama enam tahun. Tax allowance juga memperhitungkan penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pemberian tambahan jangka waktu kompensasi kerugian, serta mengurangi 10 persen tarif PPh atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak di luar negeri.
Pada sektor perburuhan, kebijakan untuk menerapkan formula pada penghitungan Upah Minimum juga disambut baik karena memberikan kepastian, baik kepada pengusaha maupun buruh, tentang kenaikan upah yang bakal diterima buruh setiap tahun dengan besaran yang terukur.
Keberhasilan Kebijakan Ekonomi
Namun dengan upaya kerja keras pemerintah yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan seluruh jajaran menteri dan pejabat lainnya, memberikan hasil positif.
Bank Indonesia pada 15 Oktober 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50% dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. Bank Indonesia meyakini bahwa inflasi untuk keseluruhan tahun 2015 akan berada di bawah titik tengah sasaran 4%, sementara defisit transaksi berjalan diprakirakan lebih rendah dari prakiraan semula, atau sekitar 2% pada akhir 2015.
Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III diperkirakan sedikit lebih tinggi dari periode sebelumnya, didorong oleh belanja modal pemerintah walaupun aktivitas sektor swasta masih berjalan relatif lambat. Hal itu tercermin dari meningkatnya belanja modal dan meningkatnya proyek-proyek pemerintah yang telah memasuki tahap konstruksi. Kegiatan investasi yang meningkat juga dikonfirmasi oleh kenaikan penjualan semen dan perbaikan penjualan alat berat untuk konstruksi. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada kisaran 4,7-5,1% pada 2015.
Neraca perdagangan Indonesia pada September 2015 kembali mencatat surplus, terutama didukung oleh surplus neraca perdagangan nonmigas. Neraca Perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar 1,02 miliar dolar AS, lebih tinggi dibanding surplus Agustus 2015 sebesar 0,33 miliar dolar AS. Peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas disebabkan oleh perbaikan ekspor non migas khususnya ekspor manufaktur ditengah menurunnya impor non migas khususnya impor bahan baku dan barang konsumsi.
Di sisi lain, defisit neraca perdagangan migas berkurang, ditopang oleh penurunan impor migas yang cukup dalam. Dari neraca finansial, meskipun aliran modal asing dalam bentuk portfolio ke pasar keuangan Indonesia berkurang, secara akumulatif hingga September 2015 masih mengalami net inflow sebesar 2,9 miliar dolar AS.
Cadangan devisa pada akhir September 2015 tercatat sebesar 101,7 miliar dolar AS atau setara dengan 7,0 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.Angka tersebut berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Nilai tukar Rupiah menguat setelah mengalami tekanan depresiasi di bulan September 2015. Hal ini didukung oleh sentimen positif terkait kemungkinan penundaan kenaikan FFR dan membaiknya optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia sejalan dengan rangkaian paket kebijakan pemerintah dan paket stabilisasi nilai tukar yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Kedua faktor tersebut mendorong masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan Indonesia, yang selanjutnya berdampak pada penguatan Rupiah sebesar 9,3% (point to point, 13 Oktober terhadap akhir September). Rupiah terhadap olar AS sempat mencapai Rp 14.800 pada bulan September 2015, namun dengan upaya pemberian paket kebijakan dan stimulus lainnya, membawa nilai rupiah kembali ke kisaran Rp 13.500 pada pertengahan bulan Oktober 2015.
Indeks Harga konsumen (IHK) mengalami deflasi pada bulan September 2015, sehingga inflasi IHK Januari-September 2015 tercatat cukup rendah. IHK mengalami deflasi sebesar 0,05% (mtm) atau secara tahunan mencatat inflasi sebesar 6,83% (yoy), terutama bersumber dari deflasi pada kelompok volatile food dan administered prices. Dengan demikian, inflasi IHK selama Januari-September 2015 tercatat cukup rendah, yaitu sebesar 2,24% (ytd). Perkembangan ini membuktikan bahwa stabilitas harga terkendali.
Di sisi lain, kelompok inti mengalami inflasi sebesar 0,44% (mtm) atau 5,07% (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya. Hal ini terutama bersumber dari kelompok makanan jadi, pendidikan, dan emas perhiasan. Dengan inflasi yang terus menurun dan semakin terkendali, Bank Indonesia memperkirakan bahwa inflasi untuk keseluruhan 2015 akan berada di bawah titik tengah sasaran inflasi 2015 sebesar 4%.
Stabilitas sistem keuangan tetap solid, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko-risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga. Pada Agustus 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih kuat, jauh di atas ketentuan minimum 8%, yaitu sebesar 20,5%. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan berada di kisaran 2,8% (gross) atau 1,4% (net). Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 10,9% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada bulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan DPK pada Agustus 2015 tercatat sebesar 13,2% (yoy). Ke depan, sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan dampak pelonggaran kebijakan makroprudensial oleh Bank Indonesia, pertumbuhan kredit diperkirakan akan terus meningkat.
Posisi Utang Luar Negeri (ULN) pada Agustus 2015 tercatat sebesar USD303,2 miliar, turun USD0,7 miliar dibandingkan posisi Juli 2015 yang sebesar USD303,9 miliar. Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan ULN baik sektor publik maupun sektor swasta. Posisi ULN sektor publik turun USD0,5 miliar, terutama disebabkan oleh turunnya ULN Pemerintah. Sementara itu, posisi ULN sektor swasta turun USD0,1 miliar, terutama disebabkan oleh turunnya ULN Bank. Pangsa ULN sektor swasta tercatat 55,8% (USD169,3 miliar), lebih besar dari ULN sektor publik sebesar 44,2% (USD134,0 miliar).
Positifnya Indeks Harga Saham Gabungan. IHSG merosot mencapai 4.120,5 di akhir September 2015 akibat derasnya arus modal asing yang keluar dari Bursa Efek Indonesia. Dengan serangkaian Paket Kebijakan Ekonomi pemerintah yang diterbitkan sejak 9 September 2015 telah membawa persepsi positif kepada investor pasar modal, sehingga IHSG naik kembali menjadi 4.591,91 pada 19 Oktober 2015, bahkan menembus level 4600 pada 21 Oktober 2015.
Pemerintah juga berupaya agar penyerapan anggaran bisa ditingkatkan. Kalau pada semester I tahun 2015, penyerapan anggaran baru mencapai Rp 436,1 triliun atau 33,1 persen dari pagu Rp 1.319,5 triliun, maka pada bulan September 2015, penyerapan anggaran sudah di atas 60 persen. Menurut Menteri keuangan, hingga akhir tahun pemerintah optimistik penyerapan anggaran bisa mencapai 94-95 persen.
Subsidi BBM : Manfaat Langsung Untuk Rakyat
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di awal pemerintahannya mengeluarkan kebijakan yang dinilai sebagian orang sebagai langkah tak populer, yaitu pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Langkah berani tersebut berupaya mengubah ekonomi berbasis konsumsi menjadi ekonomi berbasis produksi. Sejalan dengan fondasi pembangunan nasional yang telah ditetapkan pemerintah dengan upaya meningkatkan produktivitas, daya saing, dan kemakmuran rakyat.
Data Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan menyebutkan, angka realokasi subsidi BBM mencapai Rp211,3 Triliun, terbagi menjadi program prioritas yang merupakan Belanja Pusat (Kementerian/Lembaga) sebesar Rp113,9 Triliun dan Program Prioritas Belanja Daerah Tertinggal/Desa Rp34,7 Triliun.
Selain itu, dana realokasi subsidi BBM juga diperuntukan untuk subsidi nonenergi Rp4,3 Triliun, subsidi listrik Rp4,5 triliun, pembayaran bunga hutang Rp3,8 triliun, menjaga ketahanan dan kesinambungan fiskal Rp31,9 triliun, serta dana lain-lain sejumlah Rp18,2 triliun.
Alokasi lain digunakan untuk pembangunan tol laut dan jaringan kereta api baru di luar Jawa sejumlah Rp21 Triliun. Untuk 25 waduk baru dan irigasi 1 juta hektar Rp33,3 Triliun, Swasembada Pangan Rp16,9 Triliun, pengadaan kapal patroli untuk penanganan ilegal fishing Rp34,7 Triliun, dan alokasi lainnya di (80 Kementerian/Lembaga sebesar Rp19,8 Triliun.
Salah satu bentuk alokasi prioritas belanja pemerintah pusat adalah program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) sejumlah Rp9,3 Triliun, Kartu Indonesia Sehat (KIS) sebesar Rp2,7 Triliun, serta Rp7,1 Triliun untuk menjalankan program Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Kini, setahun pemerintahan Jokowi JK, KKS telah digunakan untuk menyubsidi 15,4 juta keluarga kurang mampu. KIS telah berhasil menanggung iuran 86,4 juta penduduk kurang mampu dan KIP telah menjangkau 11 juta siswa yang memerlukan bantuan.
Ikuti selanjutnya Special Report : Setahun Pemerintahan Jokowi – bagian 4
Diproduksi oleh Vibiz Research Center