(Vibizmedia – Ekonomi Bisnis) Peran utama anggaran pengeluaran adalah untuk membiayai program-program pemerintah dan mencapai sasaran-sasaran pokok dan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang direncanakan di dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Pemerintah selalu berharap agar pengeluaran negara dapat seimbang dengan penerimaannya. Namun selama ini APBN masih selalu mengalami defisit, sehingga pembiayaan pembangunan masih tergantung pada utang negara. Sejak pandemi melanda awal tahun 2020, untuk menyelamatkan perekonomian dan kesehatan penduduk dari ancaman virus Covid-19, pemerintah memprioritaskan belanja negara untuk belanja kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan perekonomian. Situasi ini akhirnya membuat pemerintah menganggarkan belanja negara lebih tinggi daripada penerimaan negara dengan defisit sebesar 5,7 persen terhadap PDB pada APBN 2021 (Kemenkeu, 2021). Angka ini melebihi batas defisit anggaran dalam Undang-Undang Keuangan Negara Tahun 2003 yang mengatur maksimal defisit anggaran terhadap PDB adalah 3 persen. Selanjutnya, defisit diproyeksikan terus menyusut hingga 2023 berada di posisi 3 persen terhadap PDB.
Untuk mecapai target defisit pada APBN 2021, selain melakukan optimalisasi pendapatan negara, pemerintah juga melakukan optimalisasi pada belanja negara melalui pendekatan spending better. Pendekatan spending better berupaya memfokuskan belanja negara yang berkualitas untuk pelaksanaan program prioritas yang berbasis hasil dan efisiensi kebutuhan dasar, serta antisipasi terhadap berbagai tekanan (automatic stabilizer). Pada APBN 2021, pemerintah merencanakan belanja negara sebesar Rp 2.750,03 trilliun atau tumbuh 5,95 persen dari realisasi tahun 2020. Apabila ditinjau selama lima tahun terakhir, anggaran belanja negara selalu tumbuh di tingkat moderat rata-rata kisaran 8 persen, dengan pertumbuhan terbesar terjadi di tahun 2020. Pertumbuhan yang besar di tahun 2020 terjadi karena dampak pandemi, dimana pemerintah melakukan belanja yang lebih besar untuk belanja kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan perekonomian.
Menurut komponennya, pengeluaran negara terdiri dari pengeluaran untuk pemerintah pusat dan pengeluaran untuk daerah. Pengeluaran untuk pemerintah pusat mengambil porsi yang lebih besar di atas 70 persen dibanding pengeluaran untuk daerah. Anggaran untuk pemerintah pusat pada APBN 2021 mencapai Rp 1.954,55 triliun atau sekitar 71,07 persen dari total anggaran belanja Negara. Anggaran pengeluaran tersebut lebih tinggi dari anggaran pengeluaran daerah yang mencapai Rp 795,48 trilliun atau 28,93 persen dari total anggaran belanja negara.
Secara umum, anggaran belanja pemerintah pusat pada APBN 2021 difokuskan untuk mendukung prioritas pembangunan untuk percepatan program PEN, mengoptimalkan teknologi informasi, me-redesign sistem perencanaan dan penganggaran, serta mengefisiensikan belanja melalui penajaman biaya operasional yang sejalan degan perubahan proses kerja. Anggaran pengeluaran pemerintah pusat terdiri dari pengeluaran untuk kementerian/lembaga (K/L) dan untuk non kementerian/lembaga. Anggaran belanja K/L pada tahun 2021 ditargetkan turun 2,61 persen dari realisasi 2020, yaitu sebesar Rp 1.031,96 trilliun. Anggaran K/L digunakan untuk menjalankan program dan atau kebijakan dari kementerian/lembaga. Adapun pada APBN 2021, belanja K/L diarahkan untuk kebijakan penguatan bantuan sosial, dan pendukung belanja modal untuk digitalisasi, dan pemulihan ekonomi. Untuk mendukung kebijakan tersebut, beberapa K/L memiliki anggaran besar.
Komponen lain pengeluaran pemerintah pusat adalah belanja non K/L. Anggaran belanja non K/L diperkirakan mencapai Rp 922.59 triliun pada tahun 2021, atau tumbuh 19,30 persen dari realisasi APBN 2020. Penggunaan utama belanja non K/L adalah untuk pemberian subsidi yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dalam rangka penanganan Covid-19. Pada APBN 2021, anggaran subsidi dicanangkan sebesar Rp 175,40 trilliun, angka ini lebih rendah 10,61 persen dari realisasi tahun 2020. Perubahan anggaran subsidi dipengaruhi perubahan ICP (Indonesian Crude Price), nilai tukar rupiah, dan perubahan parameter subsidi pembayaran kurang bayar tahun sebelumnya. Pemerintah terus berupaya untuk mendorong efektivitas dan efisiensi subsidi agar lebih tepat sasaran, terintegrasi, dan mendukung UMKM dan Koperasi.
Selanjutnya, anggaran belanja negara yang juga mencuri perhatian adalah pengeluaran untuk daerah. Anggaran ini merupakan salah satu program pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa. Sejak 2015, pemerintahan mulai menyediakan anggaran berupa dana desa untuk membangun fasilitas umum di desa yang dapat membuat desa menjadi lebih maju. Sebagai salah satu instrumen penting dari desentralisasi fiskal, dana desa dikatakan cukup efektif dalam mendorong percepatan pembangunan pelayanan dasar hingga saat ini.
Selama 2017-2021 pengeluaran untuk daerah cenderung meningkat, meski sempat menurun di tahun 2020. APBN 2021 merencanakan pengeluaran daerah sebesar Rp 795,48 triliun atau tumbuh 4,32 persen dari realisasi 2020. Pengeluaran untuk daerah dialokasikan untuk transfer ke daerah dan dana desa. Pada saat pertama kali dimunculkan, anggaran dana desa disediakan dana sebesar Rp 20,77 triliun pada tahun 2015. Lalu di tahun berikutnya 2016, anggaran naik dua kali lipat menjadi Rp 46,68 triliun. Penganggaran terus ditingkatkan bahkan saat pandemi melanda. Pada APBN 2021 pemerintah menyediakan anggaran sebesar Rp 72,00 triliun untuk pemulihan ekonomi desa, reformasi Pendidikan dan Kesehatan, dan pengembangan sektor prioritas di desa.
Kementerian Keuangan menyatakan pada tahun 2020 penerima dana desa ada sebanyak 74.953 desa dan rata-rata per desa mendapatkan sekitar Rp 960 juta kucuran dana. Angka ini meningkat pesat jika dibandingkan tahun 2015, dimana rata-rata setiap desa mendapatkan Rp 280 juta. Pembangunan desa diarahkan untuk pembangunan sarana prasarana, pelayanan sosial dasar, sarana ekonomi desa, pembangunan embung, pelestarian lingkungan hidup, dan penanggulangan bencana alam. Pada tahun 2021 ini dana desa difokuskan untuk pemulihan perekonomian desa melalui program padat karya tunai, permberdayaan UKM dan sektor usaha pertanian, serta program desa digital.
Pemerintah terus berupaya mempercepat pemulihan ekonomi dan penguatan reformasi sebagai respon menangani dampak Covid-19. Berbagai kebijakan fiskal dan bantuan sosial dikucurkan untuk mencapai target PEN. Dalam hal ini APBN berperan sebagai instrumen PEN dan pencapaian tujuan pembangunan. Kebijakan yang diterapkan dalam APBN 2021 merupakan keberlanjutan dari program PEN tahun 2020, diantaranya adalah insentif pajak yang selektif dan terukur untuk optimalisasi pendapatan negara, serta melanjutkan program perlindungan sosial dengan pendekatan spending better untuk optimalisasi belanja negara. Ditengah geliat pemulihan ekonomi ini, risiko muncul dari eskalasi Covid-19 yang menyebabkan peningkatan kasus penderita Covid-19 yang tinggi di bulan Juli 2021. Menghadapi risiko tersebut kerjasama yang baik antara pemerintah pusat dan daerah diperlukan untuk menghentikan penyebaran Covid-19, memperluas cakupan vaksinasi covid-19, dan memulihkan perekonomian nasional.